June 22, 2008
Cinta dan Realitanya. /8:26 AM
Cinta sungguh aneh buat saya. Tiap kali saya melihat cinta yang saya cari, selalu saja saya tidak bisa menggapainya karena banyaknya hal yang saya pikirkan. Sebenarnya saya mau-mau saja untuk memadu kasih dan sayang seperti yang saya lakukan dengan mantan-mantan saya sebelumnya. Tetapi bila berpacaran maka saya harus paling tidak mengeluarkan biaya lebih untuk menelfon si dia, mengajak makan si dia, jalan-jalan bareng si dia atau nonton bareng si dia. Bukannya saya perhitungan, pelit atau hemat, tetapi saya hanya berfikir secara realistis. Orang selalu bilang cinta itu selalu membuat otak kita menjadi tidak berfungsi dengan baik, dan karena alasan itu lah sampai sekarang saya masih belum bisa membuka hati saya untuk seseorang yang special di hati saya alias pacar.
"Saya tidak siap makan rumput", itu lah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan betapa susahnya saya dalam kondisi yang masih berstatus sebagai mahasiswa di Melbourne yang tiap bulannya saya yang dijatah oleh orang tua dengan duit jajan yang bisa dibilang cukup untuk saya sendiri dan kadang juga kurang. Kalau saya berpacaran disini maka sudah pasti saya akan kelaparan karena duit yang seharusnya dibuat makan, tetapi harus dihabiskan untuk berjalan-jalan bertelfon-telfon ria berjam-jam sampai kuping panas, dan saya sekali lagi belum siap makan rumput.
Dulu ketika saya bersekolah di Singapura, saya pernah sekali berpacaran disana dengan teman sekelas saya waktu itu. Hubungan yang pertamanya berjalan dengan lancar itu akhirnya berakhir juga karena saya yang masih "ditanggung" orang tua ini tidak mampu untuk membiayai operasional orang berpacaran. Sebenarnya saya mampu-mampu saja untuk membiayai dan mengeluarkan uang untuk biaya operasional berpacaran, tetapi saya juga kasihan sama mama papa saya yang kerja keras banting tulang demi anak-anaknya bersekolah yang layak dan di masa depan menjadi tumpuan harapan keluarga, dan uang juga pasti akan habis juga bila dibelanjakan melebihi budget yang sudah diberi oleh orang tua saya.
Memang saya rasa ada salah satu dari pembaca yang berfikir kalau saya ini perhitungan, pelit dan hemat. Memang saya akui saya hemat, tapi saya rela dan ikhlas bila ada teman-teman saya yang kesusahan dengan masalah keuangan, dan saya pasti bantu bila saya masih ada uang atau ada tabungan. Saya bukannya pelit tapi saya berfikir secara realistis. Mungkin kaum kaya yang bisa beli barang hanya dengan tinggal tunjuk susah untuk berfikir untung rugi bila melakukan suatu tindakan terhadap kondisi financial yang merupakan kunci untuk survive di dunia yang keras ini.
Seperti juga pengalaman sepupu saya yang nikah muda, karena lagi-lagi alasan cinta. Cinta yang mereka bina dalam biduk rumah tangga/ perkawinan, menurut saya tidak akan berjalan dengan mulus dikarenakan mereka memang masih lulusan SMP saja dan tidak meneruskan ke jenjang SMA. Kata sepupu saya, santai saja karena orang tua suaminya adalah orang yang punya banyak tanah di Jogja, tetapi ya susah lah untuk bisa bertahan hidup dengan bantuan orang tua, kalo saya jadi dia mendingan jadi jomblo daripada harus meminta uang dari orangtua padahal sudah menikah. Sungguh sangat memalukan! Tetapi setelah 3 tahun pernikahan sepupu saya tersebut akhirnya dia cerai juga dengan suaminya dan mereka bercerai lagi-lagi karena masalah financial.
Memang cinta tidak bisa kita jadikan tolok ukur kebahagiaan. Saya bahagia-bahagia saja menyandang status jomblo, saya masih punya banyak teman dan sahabat serta keluarga yang selalu ada buat saya ketika saya sepi, boring, bosan, sakit, gembira, sedih, dan bingung. Saya jomblo bukannya tidak laku, tapi karna saya memang berfikir realistis dan tidak mau menyusahkan orang tua saya. Sebisa mungkin setelah saya bekerja, barulah saya akan membuka hati saya untuk orang yang akan menjadi istri saya di masa depan.
Menurut saya cinta itu membuat otak menjadi tidak berfikir jernih, bila cinta tidak dibarengi dengan berfikir logis dan realistis untuk membuatnya selalu abadi, langgeng, dan sejahtera.
Labels: Cinta, Makna Kehidupan
5 had their say | have yours?